Minggu, 16 Oktober 2011

PRODUKSI KAKAO

Peranan sektor pertanian cukup strategis dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto Nasional. Hal ini terlihat bahwa selama 10 tahun terakhir ini, peranan sektor ini terhadap PDB menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik, yaitu rata-rata 4% per tahun. Selain dituntut harus mampu menciptakan swasembada pangan, Sektor ini juga harus mampu menyediakan lapangan dan kesempatan kerja serta pengadaan bahan baku bagi industri hasil pertanian. Sektor ini juga dituntut untuk meningkatkan perolehan devisa negara dengan jalan meningkatkan volume dan nilai ekspor hasil pertanian.

Salah satu sub-sektor di sektor pertanian adalah sub-sektor perkebunan. Sub-sektor ini dalam menunjang perekonomiannasional menjadi makin penting, mengingat makin terbatasnya peranan minyak bumi yang selama ini merupakan sumber devisa utama bagi Indonesia. Dalam tahun 1994/1995, sub-sektor perkebunan telah menyumbangkan sekitar 12,7% dari perolehan devisa yang dihasilkan dari sektor non-migas.

Keunggulan komparatif dari sub-sektor perkebunan dibandingkan dengan sektor non-migas lainnya disebabkan antara lain oleh adanya lahan yang belum dimanfaatkan secara optimal dan berada dikawasan dengan iklim yang menunjang serta adanya tenaga kerja yang cukup tersedia dan melimpah sehingga bisa secara kompetitif dimanfaatkan. Kondisi tersebut merupakan suatu hal yang dapatmemperkuat daya saing harga produk produk perkebunan Indonesia di pasaran dunia.

Salah satu komoditas perkebunan yang sangat penting dalam menyumbang perolehan devisa negara adalah kakao. Pada tahun 1997, ekspor kakao dari Indonesia diperkirakan telah mencapai US$ 378 juta. Walaupun nilai tersebut masih merupakan angka estimasi, namun nilai tersebut lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang mencapai US$ 377,5 juta.

Di Indonesia, kakao merupakan salah satu komoditas yang tidak diatur tataniaganya oleh pemerintah, sehingga harga kakao di tingkat petani ditentukan oleh mekanisme pasar bebas dan petani juga bebas menjual hasil panennya ke siapa saja. Sebetulnya hal ini merupakan salah satu kendala dalam kaitannya dengan penterapan pola kemitraan yang terpadu untuk pengembangan produksi komoditas ini. Namun demikian ada beberapa pengusaha (eksportir) kakao untuk diekspor. Kemitraan tersebut sangat diperlukan mengingat bahwa 73,68% produksi kako di Indonesia merupakan produksi perkebunan rakyat yang memerlukan penanganan khusus agar bisa mencapai kualitas yang tinggi untuk ekspor.

Dalam pengembangan kakao, peranan perbankan belum begitu besar. Sebagai contoh, di Sulawesi Selatan dimana pada tahun 1997 sekitar 40% nilai ekspor kakao berasal dari propinsi ini, jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan untuk posisi bulan Maret 1998 adalah Rp. 4,152 juta dan nilai ini hanya 0,46% dari keseluruhan kredit di sektor pertanian atau 1,49% dari kredit yang disalurkan di sub-sektor perekebunan. Dari kredit yang disalurkan tersebut, belum ada yang menerapkan pola kemitraan terpadu. Untuk itulah suatu model pengembangan kakao yang bisa ditunjang dengan kredit bank, dalam bentuk kemitraan yang melibatkan usaha perkebunan kakao rakyat perlu ditulis dan disebarluaskan untuk bisa dijadikan acuan bagi bank.

Dalam penulisan model kemitraan ini akan dibahas aspek kelayakan usaha, yang meliputi aspek pemasaran, teknis budidaya, finansial, sosial dan ekonomi serta pola kemitraan terpadu yang sesuai antara usaha besar (inti) dan petani plasma.

http://www.bi.go.id/sipuk/id/?id=4&no=20201&idrb=41701

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Memberi Tanggapan Atau Komentar, Kometar Spam akan Kami Hapus.