Ayam Hitam - Ayam Cemani Darah Hitam - Warna hitam bagi banyak orang berkesan
magis dan memiliki kekuatan supra natural. Centeng Belanda atau Si
Jampang, kurang berwibawa bila tak berpakaian hitam-hitam. Begitu pula
makhluk yang memiliki warna hitam itu pun dianggap memiliki tuah atau
kutukan. Ingat dengan kisah-kisah kucing hitam atau burung gagak?
Bagaimana dengan ayam cemani yang memiliki bulu, jenger, tulang, daging,
kulit, kaki dan taji serbahitam?
Ini yang menarik. Ayam cemani
bukan cuma dianggap ayam keramat, namun juga ayam hias yang khas
Indonesia. Memang hewan ini konon punya kemampuan menolak bala. Bagi
yang mempercayainya jika memakan dagingnya bisa menyembuhkan penyakit
tertentu. Kepercayaan akan hal-hal gaib itu kini masih ada di sebagian
masyarakat, namun kian menipis. Kini dia lebih sebagai ayam hias yang
eksotik dan diburu para hobbies lokal dan mancanegara untuk dikoleksi.
Cemani
adalah kata Sanskerta untuk hitam. Jenis ayam ini awalnya disebut ayam
kedu. Dalam perkembangan ayam kedu itu terjadi banyak varian yang tidak
lagi memiliki warna murni hitam. Sehingga ayam kedu yang masih tetap
mempertahankan kehitam legamnya disebut oleh para hobbies sebagai ayam
cemani.
Asal Usul
Dari
mana ia berasal? Ada beberapa dugaan, namun yang pasti dia berasal dari
Kedu, Jawa Tegah. Makanya satwa ini dikenal juga sebagai ayam kedu.
Satwa ini mulai naik daun ketika pertama kali tampil dalam pekan raya di
Semarang tahun 1926. Pemiliknya Tjokromihardjo, lurah Desa Kalikuto,
Grabak, di Magelang. Saat itu wilayah itu masih masuk dalam Karesidenan
Kedu.
Menurut data, ayam kepala desa
itu pernah tampil di Surabaya tahun 1924 dalam sebuah pekan raya. Saat
itu ayam itu dikenal sebagai ayam yang berwarna hitam saja. Tapi
kemudian panitia lomba satwa di Semarang menjuluki ayam hitam legam
milik Tjokromihardjo sebagai ayam kalikuto, karena berasal dari daerah
itu.
Lucunya, pemilik menolak
nama itu. Lalu diusulkan sendiri agar dinamakan ayam kedu saja sebab
memang berasal dari karesidenan tersebut. Usul tersebut diterima panitia
maka resmilah ayam yang berasal dari Kalikuto berjuluk ayam kedu.
Genetika
Ayam
kedu yang ikut dalam kontes tersebut, menurut sebuah telaah, berasal
dari keturunan ayam kampung yang dibeli dari daerah Gunung Sumbing. Ayam
ini cukup besar dan diduga hasil silangan liar antara ayam Inggris yang
diboyong orang pada era Raffles berkuasa (1811-1816).
Kala itu, konon ada orang
Inggris yang membawa dua ekor ayam betina dan seekor jantan asing, yang
diduga termasuk jenis ayam ternak Dorking. Mereka dipelihara di daerah
Dieng. Mungkin karena kandangnya sederhana dan kurang pengawasan,
ayam-ayam itu menyeleweng dan berbaur dengan ayam kampung setempat. Dari
keturunannya lebih lanjut terciptalah ayam lokal unggul. Oleh
masyarakat setempat ayam ini yang disebut sebagai ayam kedu.
Sementara telaah lain
menyebutkan ayam hitam milik Tjokromihardjo bukanlah asli ayam kedu.
Sebab ia merupakan hasil kawin silang antara ayam kampung hasil belian
dengan ayam australorp, yang penyilangannya dilakukan sendiri oleh
pemiliknya.
Legenda
Tapi
ada legenda yang juga sampai saat ini masih hidup di sana yakni tentang
asal-muasalnya ayam kedu. Konon, kehadiran satwa ini tak disengaja.
Menurut legenda sebelum lahirnya kota Temanggung, hidup seorang pertapa
yang sakti mandraguna yakni Ki Ageng Makukuhan, yang hobi mengoleksi
ayam serba hitam, dan hanya paruhnya yang berwarna putih.
Suatu hari, ketika sedang
bertapa di sebuah kuburan keramat di wilayah Kedu, dia memperoleh
wangsit untuk mengobati penyakit putra Panembahan Hargo Pikukuh yang
bernama Lintang Katon, yakni diobati dengan ayam itu. Bagaimana proses
selanjutnya tidak terlalu jelas, namun akhirnya penyakit yang diderita
anak semata wayang itu sembuh. Oleh karena tuah yang dimiliki ayam itu
akhirnya dijadikan lambang kesembuhan.
Maka tak heran bila tradisi itu
kini masih hidup dan dipercaya. Ayam ini memang sering digunakan untuk
hal-hal yang bersifat magis. Misalnya untuk upacara ruwatan, pembangunan
pabrik, jembatan atau gedung-gedung bertingkat agar terhindar dari
bencana. Tapi penggunaannya juga untuk syarat penyembuhan orang sakit.
Hampir Punah
Binatang
ini di tempat asalnya kini yakni di Desa Kedu, Kecamatan Kedu,
Kabupaten Temanggung, tersebar di tiga pedukuhan yakni Kahuripan,
Sentono dan Beji. Menurut data, populasi ketika awal tahun 1984 tercatat
sekitar 5.000 ekor, namun di akhir tahun meningkat menjadi 8.500 ekor.
Jumlah ini pada tahun 1997 melorot drastis tinggal 2.000 ekor. Ini
dikarenakan masyarakat setempat kurang dibekali pengetahuan sehingga
ketika wabah datang, mereka tidak tahu bagaimana menangkalnya.
Pemerintah daerah setempat
akhirnya mengambil inisiatif untuk mengatasi persoalan ini. Program
pelestarian dicanangkan lewat pemerintah desa dengan mendirikan kelompok
peternak bernama ”Makukuhan,” yang diambil dari nama pertapa sakti itu.
Kelompok ini awalnya berjumlah 35 orang. Mereka memelihara ayam sekitar
1.500 ekor. Hingga sekarang peternak di sana bisa hidup layak dari
ayam-ayam hitam itu.
Warna Berubah
Bulu-bulu
hias yang jantan, bakal keluar ketika ayam berusia 4 bulan. Sampai pada
umur 5 bulan warnanya masih hitam, namun lambat laun bermunculan warna
lain. Bisa kuning, merah, merah coklat, atau kuning coklat. Saat umur
1,5 tahun bulu hiasnya berubah menjadi merah merona.
Di antara ayam kedu hitam ini,
salah satu varietas dikenal sebagai ayam cemani. Inilah yang dianggap
primadona ayam kedu karena segalanya serba hitam. Baik bulu, kulit,
daging sampai ketulang-tulangnya hitam pekat. Ayam cemani harganya
relatif mahal karena langka dan dicari orang.
Harga ayam cemani yang hitam
pekat, bisa mencapai ratusan juta, namun yang biasa-biasa saja paling
mahal Rp 750 ribu seekornya. Sedang yang remaja Rp 100 ribu per ekor.
Pelanggan kolektor pemula lebih suka membeli yang remaja. Karena ketika
dewasa, ayam berperilaku jinak. Sedang yang kolektor serius lebih suka
mencari yang dewasa sebab sudah bisa diketahui kualitasnya, apakah
berbulu hitam pekat atau ada variasi warna lain.
”Saya punya langganan
paranormal, yang sering memesan ayam cemani untuk keperluan upacara,”
lagi tutur Raharjo. Dia tidak tahu ayam itu akan diapakan oleh
langganannya, yang dia tahu untuk mengobati penyakit. Dan bagaimana cara
pengobatan dengan ayam cemani, dia tidak tahu pasti. Tapi kalau pun
dimasak opor, ayam ini enak seperti rasa daging ayam lainnya. Anehnya,
tambahnya, kuah opor menjadi berwarna hitam juga seperti memasak ikan
cumi yang kuahnya berubah hitam. Nah lho!